Kabar Daerah

Ketika Relawan Digital Menjadi Penentu Kemenangan

SERANG (30/10) – Dunia maya bukan lagi dunia lain yang tak jelas. Dunia maya alias dunia online kini menjadi salah satu hal penting yang tak bisa dikesampingkan. Kisah Obama dalam memenangkan pemilihan presiden Amerika pada tahun 2008 menjadi cerita sukses peran dunia maya. Obama mendulang banyak suara berkat keampuhan relawan digital yang luar biasa massif. 
Masih ingat keriuhan pilpres 2014. Perang udara yang terjadi antara kubu Prabowo dan kubu Jokowi, relawan digital menjadi penting dan tak bisa dipandang sebelah mata. Pun ketika pilkada serempak yang akan berlangsung 2017. Relawan digital masing-masing pasangan calon sudah memasang kuda-kuda. 
Indonesia memang negara besar. Bukan saja menempati urutan nomor empat dalam urusan jumlah penduduk namun menempati urutan nomor dua di Asia setelah China dalam penggunaan jaringan internet. 
Diperkirakan ada lebih dari 75 juta pengguna aktif jaringan internet berbasis smartphone. Indonesia juga tercatat sebagai negara paling cerewet dan paling berisik di media sosial melalui kicauan twitter. Paling narsis melalui akun facebook, instagram, path. Selain paling seru dalam menggunakan aplikasi whattshap. Hampir seluruh aplikasi media sosial yang ditawarkan operator dunia laris manis. 
Indonesia kebanjiran aplikasi media sosial bukan barang baru. Arus kuat banjir media sosial membuat pemerintah perlu membuat aturan main yang kuat. Walau masih memiliki kekurangan UU ITE menjadi rules of the game dalam berselancar di dunia maya. 
Kepolisian pun saat ini sudah memiliki cyber crime unit yang memantau kejahatan media sosial termasuk menelisik akun akun penebar kebencian yang berbau SARA dan berisi konten terorisme termasuk konten esek esek. 
Relawan Digital di Tengah Kerumunan 
Tahukah bila perang media sosial menjadi perang gaya baru yang lebih seru. Ingat kasus serangan hacker Indonesia ke Australia ketika secara diam-diam pihak Australia menyadap beberapa pejabat tinggi Indoensia? Serangan hacker melalui jaringan online tentu bukan serangan yang bisa diabaikan begitu saja. 
Bila hacker bisa menyerang dan melumpuhkan jaringan penting seperti layanan publik, layanan keuangan , hingga mengacak acak sistem pertahanan negara lain. Dampaknya tentu bisa merugikan dan bisa berbahaya. 
Kelakuan hacker yang merugikan itu kadang dilakukan oleh orang orang yang iseng yang memang memiliki kemampuan dalam memasuki jaringan terlarang pihak lain. Begitupun pula kelakuan para relawan digital yang bermain di media sosial, hate speech alias ujaran kebencian menjadi momok menakutkan. Pesan hoax, kampanye hitam hingga kegilaaan lain di media sosial seperti gelombang panas yang menyengat. 
Sayangnya, ada pihak pihak yang memanfaatkan cara-cara kotor tak bermoral dalam menghantam pesaingnya. Dalam perebutan kursi kekuasaan seperti pilkada saat ini. Ujaran kebencian mulai berseliweran. Mulai dari cara halus tersembunyi hingga blak-blakan tanpa tending aling-aling. 
Dalam sebuah kerumunan, para relawan digital memiliki peran strategis dalam mempengaruhi opini publik. Uniknya, media mainstream pun terpengaruh oleh opini yang dikembangkan dalam kerumunan dunia maya. Tren opini dunia maya seperti sihir yang membuat media setaraf media nasional bisa berpaling. 
Ingat kasus penjual nasi yang digrebek satpol PP di wilayah Serang pada bulan puasa kemarin? Peran opini dunia mayalah yang terbentuk. Melalui sebuah tayangan video penggerebekan itulah media sosial memainkan opini hingga terbentuk sebuah berita besar yang langsung di-amini media mainstream. 
Kepungan opini inilah yang ingin dimanfaatkan para pasangan calon yang ikut kontestasi pilkada. Kerumunan yang ada didunia mayalah yang disasar para relawan digital yang mendukung salah satu calon. Melalui tulisan berbentuk blog atau melalui video, meme, cuitanhingga status yang punya konten pengarah. 
Siapakah Para Relawan Digital? 
Tak dipungkiri mulai banyak pasangan calon yang memanfaatkan para blogger, netizen, art design hingga penggila fotografi maupun videografi untuk dijadikan pasukan yang bisa memasarkan ide, visi-misi calon hingga mempengaruhi opini para calon pemilih. 
Orang orang yang aktif di dunia maya inilah yang akan menjadi penyumbang terbesar para relawan digital. Tentu, ada relawan yang sukarela ingin membantu pasangan calon karena kesamaan ide dan kesesuaian pandangan politik. Namun adapula karena bayaran yang menguntungkan. Relawan bayaran ini tentu hanya berdasarkan ikatan kerja. Dimana ada uang mereka akan bekerja . 
Hasilnya bisa ditebak, relawan digital yang sukarela maupun yang berbayar akan memenuhi konten media sosial dengan beragam gaya dan cara. Akun yang jelas maupun akun anonim alias akun tuyul akan muncul menjadi pembela pasangan calon. Ya, tentu ada juga yang tugasnya sebagai penyerang pasangan lawan. 
Relawan digital tentu punya peran dalam upaya memenangkan pasangan calon yang didukung atau menjegal pasangan lawan. Minimal mempengaruhi opini publik tentang si-lawan calon. 
Fenomena relawan digital dalam kontestasi pilkada memang menarik. Karena beberapa partai atau tim sukses memiliki cara yang berbeda dalam menyiapkan relawan digital. Seperti apa yang dilakukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam menyiapkan relawan digitalnya. PKS termasuk partai yang memiliki keunggulan dan juga kekuatan loyalitas para kader dan simpatisan yang mereka miliki. 
Sekolah Digital yang diadakan PKS di kantor Sekretariat Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Banten (29-30/10/2016) adalah salah satu bukti bagaimana PKS menyiapkan kadernya menjadi relawan digital. 
PKS patut diacungi jempol karena menyiapkan para relawan digitalnya secara baik. Melalui serangkaian pelatihan yang terstruktur. Memiliki rantai komando. Sel-sel yang saling terhubung satu dengan lainnya. Bukan isapan jempol bila PKS punya banyak relawan yang punya kapasitas cukup baik diberbagai lini media sosial. 
Meleknya kader PKS terhadap dunia digital memang bukan barang baru. Kader PKS dididik untuk aware terhadap fenomena sosial di dunia nyata dan juga dunia maya. Sebagian dari relawan digital PKS mengisi banyak konten diberbagai media. 
Bisa dibayangkan bila semua partai melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakuakn PKS. Maka konten dunia maya akan penuh dengan tawaran ide dan gagasan tentang pasangan calon yang mereka bawa. 
Hanya saja , kampanye hitam dan ujaran kebencian harus disingkirkan dari jagat dunia maya. Setiap pihak bisa berjiwa besar dan bertanggung jawab dengan konten yang dimasukkan ke dalam media sosial di dunia maya. Ingat lho, hukuman bagi perusuh dunia maya akan ada didunia nyata? 
Bijak dan dewasalah menggunakan dunia digital. Ayo relawan digital.
 
Abu Fatih
Relawan Literasi PKS Kabupaten Tangerang
 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button